“Mengapa daun berguguran di musim gugur?” tanya daun pada matahari.
“Karena
kau telah bertahan saat menghadapi kesulitan di musim panas. Kau
belajar bahwa kehidupan ada saatnya kau harus membiarkan dirimu jatuh.
Tapi toh kau akan kembali bertumbuh di musim semi. Kau belajar setelah
jatuh pun, kau akan bangkit kembali.”
“Mengapa akarku begitu kuat sehingga aku tidak dapat kesana kemari?” tanya sang pohon pada mathari.
“Karena
kau menghasilkan buah-buah yang manis... Kau harus menjadi kuat untuk
bisa melindunginya. Hanya pohon-pohon dengan akar terkuat yang bisa
bertahan di musim hujan dan badai kencang bertiup.”
... manusia di bangku taman bertanya,
“Mengapa aku lahir tetapi kemudian aku mati?”
Matahari diam dan berpikir keras. Angin teman baiknya juga tidak bisa menjawab. Pohon dan daun menunggu jawaban.
Mereka tidak pernah merasakan lapar, mereka tidak pernah menangis,
mereka tidak pernah merasakan sakit, mereka tidak pernah ketakutan.
Desiran angin sesekali membelai halus diantara rambut manusia,
menenangkannya.
“Mengapa Tuhan menciptakan semua ini, bumi ini, kehidupan dan segala isinya, kemudian mengambilnya kembali?”
Semua pertanyaannya tertinggal tanpa jawaban.*
***
tidak semua pertanyaan perlu dijawab,
ada tanya yang hanya sebuah retorika.. tanpa perlu jawaban..
ada tanya yang hanya basa basi tak perlu jawaban
ada pertanyaan yang jawabannya ada di dalam diri sendiri
ada pertanyaan yang jawabannya berantakan di luar sana..
ada pertanyaan yang jawabannya bukanlah melalui perkataan
banyak hal tak perlu jawaban…
banyak hal jawabannya ada dalam diri masing-masing..
banyak hal tak penting untuk dijawab..
banyak hal jawabannya bertebaran di luar sana dan tak perlu bersumber dari satu jawaban saja..
tak semua harus dijawab apakah hitam atau putih..
ada tanya, belum tentu harus ada jawab..
maka jangan melulu membuat pertanyaan-pertanyaan… untuk dijawab oleh orang lain..
sesekali biarkan orang lain yang bertanya…
karena saat mereka membuat pertanyaan-pertanyaan itu,
tanpa sadar mereka sedang mempelajari “jawaban”nya..
sumber: kompasiana.com
Kamis, 26 Januari 2017
Senin, 23 Januari 2017
Bagaimana jika bahagia...
Dulu, saat saya meng”iya”kan
untuk “bersama” seseorang, banyak hal yang selalu saya khawatirkan. Bahkan saat
saya memutuskan untuk tidak berpikir pun pikiran khawatir soal ini itu (yang
tidak pasti terjadi) selalu saja muncul. Karena terlalu banyak khawatir di
kepalaku, jadi terkesan “ragu-ragu” lah segala sikap dan tindakanku. Parahnya lagi,
saya terlihat seperti bermain-main dengan komitmen. Oh Noooo!!!
Mungkin yang dia tahu, saya ini
hanya sekedar bermain perasaan, melucu dengan logika, tidak mengenal arti
komitmen, dan bahkan tidak pernah ada cinta dihatiku :( :( Hiks, kesannya bejat amat sih
saya ini. Ampuni Ya Rabb... *dudukbersimpuh* :’( :’(
Nah, syukurnya seiring
berjalannya waktu disertai dengan kesabaran seseorang, rasa khawatirku sedikit mulai
berkurang *yeesss*. Pikiran-pikiran dan ilusi-ilusi masa lalu juga mulai
terdesak keluar dari penuhnya kapasitas kepalaku. Dulu, saya mikirnya selalu takut,
jadi ketakutanku selalu saya antisipasi dengan berbagai tindakan yang sebisa
mungkin untuk menyingkirkan ketakutan.
Saat takut dikecewakan orang
lain, semakin ditakutkanlah saya dengan pertanyaan “Bagaimana jika dia tidak
mencintaiku seperti saya mencintainya kelak?”, “Bagaimana jika dia tidak
mencintaiku lagi setelah tau kalau saya bukanlah seperti wanita yang dia
harapkan?”, “Bagaimana jika ternyata dia akan meninggalkanku?”, “Bagaimana jika
nanti dia mengatur hidupku, melarangku melalukan ini itu”, dan pertanyaan “bagaimana
jika” lainnya yang saya munculkan sendiri dan meracuni kepalaku.
Akhirnya apa, saya jadi membatasi
segalanya. Pokoknya jadilah saya yang tidak mau sering ketemu, karena takut
jadi lebih mencintainya saat sering berada di dekatnya. Saya jadi menutup diri,
mengendalikan perasaanku biar gak terlalu nyesek saat dia pergi meninggalkanku,
bahkan melakukan semau-maunya diriku dan sesuka-sukanya hatiku yang notabene
saya tahu tindakanku salah. Orang lain menjadi tersakiti karena ketakutanku :(
So, pada intinya adalah, saat
engkau memberikan tempat pada seseorang di hatimu, gunakanlah perasaan dan
minimalkan ruang pikiran aneh-aneh di kepalamu. Tak perlu kau pikirkan “bagaimana jika”,
cukup rasakan “Bahagianya jika dia mencintaiku seperti saya mencintainya kelak”,
“Bahagianya jika dia tetap mencintaiku setelah tau kalau saya bukanlah seperti
wanita yang dia harapkan”, “Bahagianya jika terus bersamanya”, ”Bahagianya jika
dia bagian dari diriku dan membiarkanku tetap memiliki hidupku”, dan banyak
lagi “bahagia-bahagia” yang engkau rasakan tanpa harus memikirkan solusi “bagaimana
jika”-nya. *ngelirik diri di cermin sambil membetulkan jarum pentul jilbab :D
:D
Terkadang cinta tidak butuh
solusi, karena cinta-lah yang menjadi solusi. ^^
Tapi, bukan berarti bahwa kita tidak membutuhkan logika berpikir di atas cinta. Kita juga tetap berpikir, memikirkan masa depan bersama. Memikirkan agar selalu saling membahagiakan.
Selasa, 10 Januari 2017
Danau Love, Jayapura, Papua
Salah satu destinasi wisata
liburan yang bisa dipertimbangkan saat mengunjungi kota Jayapura yaitu DANAU
LOVE.
Sebenarnya namanya Danau Imfote,
tapi lebih dikenal dengan nama Danau Love. Namanya danaunya unik seperti bentuk
danaunya yang terlihat seperti bentuk hati atau simbol cinta. Sepertinya bisa
nih masuk dalam daftar tempat buat foto prawed nanti hahaha. Tapi beneran
tempatnya luar biasa indah. Sepanjang perjalanan menuju danau kita sudah
disuguhi dengan pemandangan yang luar biasa. Bukit-bukit kecil yang ditumbuhi
rumput dan ilalang, bak melihat padang savana di film-film yang sering
dijadikan tempat syuting saat perang-perang kolosal gitu. Panorama alam nan
hijau menyejukkan mata.
Sampai di dekat danau, serasa
pingin lompat-lompat aja, ngambil gambar banyak-banyak, dengan segala pose
pokoknya. Apalagi saat sore hari, menjelang matahari terbenam, terus bermain
dengan sileut senja, pasti keren banget tuh hasil fotonya. Menikmati semua
pemandangan boleh, asal jangan merusak ataupun mengotori sekitaran danau,
jangan terlalu bahagia juga sampai nyemplung ke danau, pasalnya kata
orang-orang sekitar ada buaya loh di dalam danau. Sereeeemmm....
Tempatnya tidak terlalu jauh dari
pusat kota Jayapura. Jika mengendarai roda empat bisa ditempuh dalam waktu 1,5
sampai 2 jam dengan menggunakan rute melalui Kampung Yoka. Bisa lebih cepat
jika ditempuh dengan kendaraan roda dua. Asal gak kesasar aja pas mengunjungi
danau kayak saya tempo hari. Waktu tempuh jadi semakin lama karena
diserangkaikan dengan acara nyasar jauh. Gara-gara pergi dengan mengendarai
roda empat yang berisi 5 orang yang juga baru kali pertama masing-masing
mengunjungi tempat tersebut :D :D Padahal udah bertanya di sepanjang jalan,
masih juga kesasar hahahah. Lagi sial aja pas nanya ke anak kecil di
perkampungan terakhir yang kita lalui, pas nanya “Ade’, jalan kalo mo ke danau
love sebelah mana e?” dijawabnya si adik kecil “Oo, danau love.. su betul
naiiiikkkkk terus terus baru belok kanan”. Udah betul sih penjelasan si adik
ini, kita aja yang menginterpretasikan pernyataan “naik terus-terus” itu masih
jauh, jadilah kita mendaki turun bukit berkali-berkali sampai ketemu akses
jalan yang tidak bisa dilewati roda empat baru bertanya ke orang yang lewat.
Daaaannnn ternyata kita udah lewat jaaauuuuuuh banget dan harus mutar balik. Eh
pas ketemu “belok kanan” yang dimaksud si adik kecil itu, ternyata cuma
berjarak 100 meter dari tempat kita bertanya ke adik kecil tadi. Ckckckckck
Berharap kedepannya tempat wisata
ini dikelola pemerintah setempat menjadi lebih baik, kemudian disertakan pula
penunjuk arah yang jelas untuk memudahkan pengunjung untuk mencapai lokasi
danau.
Well, semua perjuangan untuk
sampai ke danau terbayarkan dengan pemandangan dan hasil foto saya yang bagus. Perfecto!
Langganan:
Postingan (Atom)